LANDASAN PENDIDIKAN
PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN UPAYA MENGATASI
Dosen
Pembimbing: Drs. Made Putra, M.Pd
1.
Ni Kadek Desrinita Manika Sari
2.
Ni Putu Rita Purwani 1411031440
3.
Ni Putu Ayu Tina Ariyani 1411031443
4.
I.A Manik Loka Andari 1411031445
5.
Ni Putu Febriana Astuti 1411031450
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2014
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………….i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..4
1.3
Tujuan…………………………………………………………………………………………4
1.4
Manfaat……………………………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Rendahnya
Indeks Pembangunan Pendidikan…………………………………….6
2.2
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan…………………………………………………..6
2.3 Langkah Langkah yang Harus di
Tempuh Pemerintah………………………………………10
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..13
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman
selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan
saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.
Apa jadinya bila
pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang
pendidikan? Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral
bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah,
karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana
negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan
harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami
“sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini
disebabkan karena pendidikan yang seharusnya
membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak
begitu. Seringkali pendidikan tidak
memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah.
Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10
dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan,
khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian
karena pendidikan yang diberikan ternyata
berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir
(kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi
cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar
tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang
belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering
disinyalir ialah pendidikan seringkali
dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan
istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan
“siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam
pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara
kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama
seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi
sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak
lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan
yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo
Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik
(murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran
yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid
dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer
kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut
tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid
sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak
membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah
anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan
kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan
yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan
ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis
terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi)
merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi,
menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia
Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman
ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam
“strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu
kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik
internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan.
Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai
sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita.
Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan
sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan
tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu
menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain?
Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari
keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM
tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat
teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,
mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi
siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan
kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang
menjadi masalah mendasar dari pendidikan di
Indonesia adalah sistem pendidikan di
Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia
yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah
dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan
di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana cara meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia?
2.
Apa penyebab masalah pendidikan di
Indonesia?
3.
Bagaimana cara mengatasi masalah
pendidikan di Indonesia?
4.
Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
1.3.
Tujuan
Sesuai dengan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui masalah-masalah apa saja yang menyangkut permasalahan pendidikan
yang terjadi di Indonesia. Adapun tujuan lainnya yaitu:
1. Mendeskripsikan
ciri-ciri pendidikan di Indonesia
2. Mendeskripsikan
kualitas pendidikan diIndonesia saat ini
3. Mendeskripsikan
penyebab permasalahan pendidikan di Indonesia
4. Mendeskripsikan
solusi yang dapat diberikan dari permasalahan tersebut
1.4. Manfaat
1. Bagi Pemerintah
Bisa
dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
2. Bagi Guru
Bisa
dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat
berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3.
Bagi Mahasiswa
Bisa
dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri
pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
Untuk penulis khususnya dapat mengetahui tentang peranan
mahasiswa dalam melakukan sebuah gerakan reformasi dalam perubahan sosial di
masyarakat dan pengaruh gerakan mahasiswa dalam menciptakan perubahan sosial di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Penyebab Rendahnya Indeks Pembangunan Pendidikan
Hingga
saat ini masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya
Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA)
di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69
dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65.
Indeks yang dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah
dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari
Malaysia (65).
Salah
satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah
tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah
dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat
melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta
anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak yang
putus sekolah.
Menurut
Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah
pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia
juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya infrastruktur hingga
kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru
yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas
infrastruktur yang belum memadai.
Jadi, salah satu komponen penting
dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru.
Betapapun kemajuan teknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk
meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.
2.2
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1.
Kualitas
Guru
Dalam dunia pendidikan
guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan
pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan
peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan
terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan
oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Secara
umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan
yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92
juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya
belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06
juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan
861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.
Dari
segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah
di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan
66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%,
sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun
2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan
pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses
belajar.
2.
Kualitas
Kurikulum
Kurikulum
pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya
kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum
adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang akan datang,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum
pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum
pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada Februari 2013 itu
rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan
sebelumnya.
Mengingat
sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar
mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan
berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum
yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian
proses pembelajaran yang cukup lama.
3.
Kualitas
Infraktruktur
Dari
dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi
pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah
yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan
sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak
kunjung selesai.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
4.
Ciri-ciri
Pendidikan di Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan
pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah
pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Pengembangan
pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
5.
Kualitas
Pendidikan di Indonesia
Seperti
yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal
ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru
tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada
siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi
guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali
guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai
pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini
dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur
mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
6. Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah,
terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek,
pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak
lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah
khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi,
kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang
muncul. Di lingkungan pendidikan swasta,
masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.
7. Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di
dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science
Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari
44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
2.3
Langkah Langkah yang Harus di Tempuh Pemerintah
Presiden memaparkan beberapa langkah
yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
1. Langkah pertama yang
akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk
bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
2. Langkah kedua,
menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan
di desa dan kota, serta gender.
3. Langkah ketiga,
meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen,
serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
4. Langkah keempat,
pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau
profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
5. Langkah kelima,
pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer
dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
6. Langkah keenam,
pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan
Rp 44 triliun.
7. Langkah ketujuh,
adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.Langkah
terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas
penddikan.
Solusi yang dapat diberikan dari
permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar
ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama,
solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia
sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab
neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung
jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua,
solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka,
solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru,
misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi
solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas
dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
Adapun solusi lainnya yaitu melalui
lembaga perantara yaitu:
Melihat
begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat
untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan
beban pendidikan di Indonesia. Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan
dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan
menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara
tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat
untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat
tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Dalam
meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada
guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif.
Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas,
kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar,
lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek.
Lembaga
tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk
menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum
pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif untuk
memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat
mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang di buat.
Dalam
meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola
sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen
sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi, lokakarya, dan
pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen
sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan
meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga
perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan
kerjasama dengan instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan
infrastruktur sekolah. Tidak hanya itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang
dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang social rusak di wilayah
terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga social, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Dukungan masyarakan, lembaga social, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan pendidikan di
Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya,
hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam permasalahan
eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai
lingkungan pendidikan. Sedangkan
menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan,
profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap
sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai
permasalahan pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah
saling terkait.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab.
3.2 Saran
Perkembangan
dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam
segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya
manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa
ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/Lhani
di/pada Maret 8, 2009/
Pidarta,
Prof. Dr. Made. (2004). MANAJEMEN
PENDIDIKAN INDONESIA. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tirtaharja,
Umar. (2005). PENGANTAR PENDIDIKAN.Jakarta : PT.Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar